Payung Merah


Oleh Linda Sahara


"Apa kau percaya hantu?"
"Apa kau percaya hantu?"
"Apa kau percaya hantu?"

Menjengkelkan sekali temanku ini. Selalu bertanya hal seperti itu. Entah berapa kali sudah ku katakan kalau aku tidak percaya adanya hantu atau hal semacamnya. Tapi aku tahu apa maksudnya. Pada akhirnya dia selalu mengolokku. Betapa menyebalkannya dirinya. Sungguh!

"Jangan sedih gitu!" ejeknya. "Nenekku pernah berkata, jika kamu berjalan ditengah hujan sambil membawa payung merah, maka kamu akan menemukan jodohmu yang juga menggunakan payung berwarna merah"

"Memangnya kamu pikir jodoh itu seperti menemukan batu kerikil gitu" ujarku sambil bercanda. Aku jelas ragu dengan ucapannya. Bagaimana pun itu hanya mitos belaka. 

Waktu berganti sore. Sialnya hujan turun dengan derasnya. Terpaksa aku harus menerobos hujan. Ku lihat hanya tersisa satu payung berwarna merah. Ku ambil, kubuka dan kemudian berjalan pergi menuju halte. 

"Uhh..udaranya dingin sekali!" gumamku. Ku gunakan tangan kiri ku untuk memeluk tubuhku yang kedinginan.  Melewati lorong - lorong kecil diantara bangunan tingi. Ini adalah jalan pintas. Entah kenapa hatiku merasa tenang sekali saat ini. Mungkin pengaruh dari hujan ini, walaupun suaranya deras menderu. Sesekali angin dingin berhembus hingga membuatku terdiam sejenak.

Cplak ...cplak ... cplak...

Aku terus berjalan melewati genangan - genangan air, hingga kemudian berhenti sesaat. Sepertinya terdengar sesuatu yang lain diantara suara rintik air yang jatuh dengan bebas dari langit. Hingga sesuatu jatuh tepat dipayungku membuat aku terkejut setengah mati. Bayangnya seperti wajah manusia. Segera ku lempar payung itu. Jantungku berdetak tak karuan. Ku perhatikan sekelilingku, namun tak ku dapati apapun. 

"Tadi itu apa?" pikirku. Terus ku perhatikan sekelilingku. Membuat hati semakin ciut karena ku sendiri. Bergegas aku meninggalkan tempat itu menuju halte. 

Sesampainya di halte, sambil menunggu kendaraanku tiba, suasana terasa semakin dingin. Tubuhku basah kuyup akibat ku lempar payungku tadi. Dingin terasa sampai menusuk tulang, terlebih saat angin berhembus melewati tubuhku. 

Halte ini sungguh tak terawat, tempatnya hampir bisa dikatakan tak layak pakai. Atapnya pun sebagian sudah tidak ada. Dalam penantianku, terlihat seorang pria berjalan menuju ku, dan berhenti tepat di sampingku. Aku tak terlalu memperhatikannya, hingga hingga teringat sesuatu yang dikatakan temanku. Ku lirik pria itu yang juga menggunakan payung berwarna merah. Apa dia jodohku? Pikiranku mulai aneh. 

Aku lupa kalau tak memakai jam tangan. Jadi ku coba tanyakan ke pria disebelahku. Setelah itu kami terlibat beberapa percakapan ringan. Terdengar tawa kecil dari balik payungnya. Payung merah yang diangkatnya terlalu rendah sehingga menutup wajahnya. Aku tak bisa melihat wajah pria itu.

"Apa anda barusan menunggu disini?" tanya pria itu. "Aku sudah menunggu cukup lama disini. Sepertinya akan ada yang menggantikanku" lanjutnya. 

Aku mengernyitkan dahi mendengar ucapannya. Aneh sekali. Bukankah dia baru saja datang? Mendadak angin kencang berhembus, membuat sapu tangan pria tersebut terbang ke arah jalan. Entah karena refleks atau apa, tubuhku tiba - tiba mengejar untuk menggapai sapu tangan tersebut. Aku berbalik. Di saat itulah tubuhku kaku tak bisa ku gerakan. jantungku berdetak sangat kencang, membuat tubuhku panas dengan nafas tersengal. Pria itu mengangkat tinggi payungnya, terlihat kepalanya yang ternyata buntung. 

Beberapa detik setelah itu, sebuah sorotan cahaya mencuri perhatianku. Ternyata cahaya tersebut berasal dari bus yang melaju kencang ke arahku. Aspal yang licin membuatku terjatuh. Bus menghempaskan tubuhku, dan beban bus pada roda terasa jelas melindas kepalaku hingga hancur.

Sekarang .....

Aku menggantikan tempat pria itu.

Menunggu disini, dengan payung merah ... 

Yang menjadi kutukan. Mencari penggantiku dalam sebuah penantian panjang.

*Penulis adalah siswa kelas 9 SMPN Negeri 1 Cikeusal

No comments:

Post a Comment